Aku Tidak Menyesal Meninggalkan Karirku Ketika Aku Hamil dan Harus Memilih Anakku, Namun Terkadang Aku Kehilangan Arah
Ketika aku pertama kali mengetahui bahwa aku hamil anak kedua, rasanya seperti kabar baik yang diiringi dengan goncangan besar. Aku bekerja di bidang yang sudah kugeluti selama hampir sepuluh tahun. Karirku sedang berada di puncak—pengakuan dari rekan kerja, kenaikan gaji, dan tanggung jawab yang membuatku merasa dihargai. Namun, tubuhku mulai memberi isyarat lain. Kehamilan kali ini jauh berbeda dari yang pertama. Aku sering merasa kelelahan, sakit kepala, dan bahkan tugas-tugas sederhana menjadi beban.
Aku tahu aku perlu memilih.
“Anak ini membutuhkanmu,” suara hati kecilku berbisik suatu malam ketika aku meringkuk kelelahan di sofa, masih mengenakan pakaian kerja setelah seharian penuh bekerja tanpa henti. Aku melihat anak sulungku yang tertidur pulas, dan pikiran lain menghantui: “Kau bahkan sudah sering absen untuknya. Bagaimana dengan anak yang baru akan lahir ini?”
Keputusan untuk berhenti bekerja tidak datang dengan mudah. Aku bertarung dengan diriku sendiri selama berbulan-bulan. Bagaimana aku akan membantu keuangan keluarga? Apakah aku akan kehilangan identitasku sebagai wanita karir? Bagaimana jika aku tidak pernah mendapatkan kesempatan yang sama lagi?
Namun, pada akhirnya, aku memilih anak-anakku.
Bulan-Bulan Awal Setelah Resign
Awalnya, aku merasa lega. Tidak ada lagi alarm yang berbunyi pukul lima pagi. Tidak ada lagi tekanan untuk menyelesaikan laporan di tengah malam. Aku bisa tidur lebih lama, bermain bersama anakku yang pertama, dan fokus menjaga kesehatan untuk kehamilan kedua karena kondisi kesehatanku ambruk menurun drastis.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Hari-hari mulai terasa monoton. Aku rindu diskusi di ruang rapat, rindu menyelesaikan masalah besar, dan rindu pujian atas pencapaian kerja. Alih-alih menghadapi tantangan profesional, kini aku berkutat dengan kegiatan yang sama dikasur, dirumah, tidak bisa beraktifitas karena kelelahan sedikit aku akan kram dan langsung drop.
Ada hari-hari ketika aku duduk sendirian di kasur setelah anak sulungku tidur, memandangi sekitar dan bertanya-tanya: “Apakah aku membuat keputusan yang benar?”
Hilang Arah, Tapi Tidak Menyesal
Terkadang aku merasa seperti kehilangan arah. Aku ingin produktif, tetapi sering kali merasa terjebak dalam rutinitas yang sama setiap hari. Hubunganku dengan suamiku juga sempat tegang. Aku merasa bersalah karena Dia menjadi bekerja begitu keras menutupi pengeluaran keluarga, dan aku merasa bersalah sekali karena tidak bisa membantu lebih banyak.
Namun, setiap kali aku melihat senyuman anak sulung ku aku tahu alasanku melakukan semua ini. setiap kontrol USG melihat perkembangan janinku aku bahagia melihatnya tumbuh sehat. Ada momen-momen kecil yang tidak tergantikan: pertama pelukan hangat setelah anak sulungku pulang sekolah, dan tawa riang yang hanya mereka miliki saat aku ada di rumah.
Menghadapi Kehilangan Diri dan Mencari Jalan Baru
Menyadari bahwa aku kehilangan sebagian dari diriku sendiri adalah langkah pertama untuk bangkit. Aku mulai mencari cara untuk tetap berkembang tanpa meninggalkan anak-anakku. Aku mencoba menulis kembali blog—tempat aku menuangkan cerita-cerita kecil dari kehidupanku sebagai ibu rumah tangga. bahkan saat ini pun aku masih mencoba mencari apa yang bisa membuat ku tidak kehilangan arah.
Aku tidak ingin menyerah, aku ingin melawan rasa sedih dan rendah diri ini. aku ingin pulih sehat kembali agar semua bisa tertata dengan baik.
Pesan untuk Mereka yang Berada di Persimpangan
Keputusan untuk meninggalkan karir demi keluarga adalah keputusan besar, dan setiap orang memiliki perjalanan yang berbeda. Aku tidak menyesali keputusanku, tetapi aku sendiri juga belajar bahwa penting untuk tetap menjaga ruang bagi diriku sendiri.
Kini, aku percaya bahwa kehilangan arah sesekali adalah bagian dari perjalanan. Itu bukan tanda kegagalan, melainkan undangan untuk menemukan versi dirimu yang baru.
Anak-anakku adalah alasanku, tapi aku juga belajar bahwa diriku tetap pantas diperjuangkan.
Komentar
Posting Komentar